Kamis, 07 Juli 2016

Kelebihan dan Kekurangan Terapi Behavior

Kelebihan Terapi Behavioral:
a.    Pembuatan tujuan terapi antara konselor dan konseli diawal dijadikan acuan keberhasilan proses          terapi.
b.    Memiliki berbagai macam teknik konseling yang teruji dan selalu diperbaharui
c.    Waktu konseling relatif singkat
d.    Kolaborasi yang baik antara konselor dan konseli dalam penetapan tujuan dan pemilihan teknik.

Kekurangan Terapi Behavioral:
a.     Dapat mengubah perilaku tetapi tidak mengubah perasaan
b.     Mengabaikan faktor relasional penting dalam terapi
c.     Tidak memberikan wawasan
d.     Mengobati gejala dan bukan penyebab

e.      Melibatkan kontrol dan manipulasi oleh konselor.

Teknik-teknik Behavior Terapi

TEKNIK-TEKNIK BEHAVIOR THERAPY
Lesmana (dalam Lubis, 2011) membagi teknik terapi behavioristik dalam dua bagian, yaitu teknik-teknik tingkah laku umum dan teknik-teknik spesifik. Uraiannya adalah sebagai berikut:
a.        Teknik-teknik Tingkah Laku Umum
Teknik ini terdiri dari beberapa bentuk, di antaranya adalah:
1.      Skedul penguatan adalah suatu teknik pemberian penguatan pada klien ketika tingkah laku yang baru selesai dipelajari dimunculkan oleh klien. Penguatan harus dilakukan terus-menerus sampai tingkah laku tersebut terbentuk dalam diri klien. Setelah terbentuk, frekuensi penguatan dapat dikurangi atau dilakukan pada saat-saat tertentu saja (tidak setiap kali perilaku baru dilakukan). Istilah ini sering disebut sebagai penguatan intermiten. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan tingkah laku baru yang telah terbentuk. Misalnya, klien yang mengalami kesulitan membaca akan diberikan pujian secara terus-menerus bila berhasil membaca. Tetapi setelah ia dapat membaca, pemberian pujian harus dikurangi.
2.      Shaping adalah teknik terapi yang dilakukan dengan mempelajari tingkah laku baru secara bertahap. Terapis dapat membagi-bagi tingkah laku yang ingin dicapai dalam beberapa unit, kemudian mempelajarinya dalam unit-unit kecil.
3.      Ekstingsi adalah teknik terapi berupa penghapusan penguatan agar tingkah laku maladaptif tidak berulang. Ini didasarkan pada pandangan bahwa individu tidak akan bersedia melakukan sesuatu apabila tidak mendapatkan keuntungan. Misalnya, seorang anak yang selalu menangis untuk mendapatkan yang diinginkannya. Terapis akan bertindak tidak memberi perhatian sehingga anak tersebut tidak akan menggunakan cara yang sama lagi untuk mendapatkan keinginannya.

b. Teknik-teknik Spesifik
Teknik-teknik spesifik ini meliputi:
1.      Desentisasi Sistematik. Teknik ini adalah teknik yang paling sering digunakan. Teknik ini diarahkan kepada klien untuk menampilkan respons yang tidak konsisten dengan kecemasan. Desentisasi sistematik melibatkan teknik relaksasi di mana klien diminta untuk menggambarkan situasi yang paling menimbulkan kecemasan sampai titik di mana klien tidak merasa cemas. Selama relaksasi, klien diminta untuk rileks secara fisik dan mental. Teknik ini cocok untuk menangani kasus fobia, ketakutan menghadapi ujian, ketakutan secara umum, kecemasan neurotik, impotensi, dan frigiditas seksual. Selanjutnya, Wolpe (dalam Lubis, 2011) menyimpulkan bahwa ada tiga penyebab teknik desentisasi sistematik mengalami kegagalan, yaitu: (a)Klien mengalami kesulitan dalam relaksasi yang disebabkan karena komunikasi terapis dan klien yang tidak efektif atau karena hambatan ekstrem yang dialami klien.(b)Tingkatan yang menyesatkan atau tidak relevan, hal ini kemungkinan disebabkan karena penanganan tingkatan yang keliru.(c)Klien tidak mampu membayangkan
2.      Pelatihan Asertivitas.Teknik ini mengajarkan klien untuk membedakan tingkah laku agresif, pasif, dan asertif. Prosedur yang digunakan adalah permainan peran (role playing). Teknik ini dapat membantu klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan atau menegaskan diri di hadapan orang lain. Pelatihan asertif biasanya digunakan untuk kriteria klien sebagai berikut: (a)Tidak mampu mengungkapkan kemarahan atau perasaan tersinggung. (b) Menunjukkan kesopanan secara berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya. (c) Memiliki kesulitan untuk mengatakan tidak. (d)Mengalami kesulitan mengungkapkan afeksi dan respons positif lainnya. (e)  Merasa tidak memiliki hak untuk memiliki perasaan dan pikiran sendiri. Melalui teknik permainan peran, terapis akan memperlihatkan bagaimana kelemahan klien dalam situasi nyata. Kemudian klien akan diajarkan dan diberi penguatan untuk berani menegaskan diri di hadapan orang lain.
3.      Time-Out. Merupakan teknik aversif yang sangat ringan. Apabila tingkah laku yang tidak diharapkan muncul, maka klien akan dipisahkan darireinforcement positif. Time-out akan lebih efektif bila dilakukan dalam waktu yang relatif singkat. Misalnya lima menit. Contoh kasus: seorang anak yang senang memukul adiknya akan dimasukkan dalam kamar gelap selama lima menit bila terlihat melakukan tindakan tersebut, karena takut akan dimasukkan ke kamar gelap kembali, biasanya anak akan menghentikan tindakan yang salah tersebut.
4.      Implosion dan Flooding. Teknik implosion mengarahkan klien untuk membayangkan situasi stimulus yang mengancam secara berulang-ulang, karena dilakukan terus-menerus sementara konsekuensi yang menakutkan tidak terjadi, maka diharapkan kecemasan klien akan tereduksi atau terhapus. Menurut Stampfl (dalam Lubis, 2011). Terapiimplosion adalah teknik yang menantang pasien untuk "menatap mimpi-mimpi buruknya." Ia menambahkan bahwa teknik implosion sangat bagus digunakan untuk pasien gangguan jiwa yang berada di rumah sakit, klien neurotik, klien psikotik, dan fobia. Sementara itu menurut Corey (dalam Lubis, 2011) flooding merupakan teknik di mana terjadi pemunculan stimulus yang menghasilkan kecemasan secara berulang-ulang tanpa pemberian reinforcement. Klien akan membayangkan situasi dan terapis berusaha mempertahankan kecemasan klien tersebut.Flooding bersifat lebih ringan karena situasi yang menimbulkan kecemasan tidak menyebabkan konsekuensi yang parah.
Selain teknik-teknik yang telah dikemukakan di atas, Corey (dalam Lubis, 2011) menambahkan beberapa teknik yang juga diterapkan dalam terapi behavioristik. Diantaranya, adalah:
1.      Reinforcement positif. Adalah teknik yang digunakan melalui pemberian ganjaran segera setelah tingkah laku yang diharapkan muncul. Contoh: senyuman, persetujuan, pujian, bintang emas, medali, uang, dan hadiah lainnya. Pemberian reinforcement positif dilakukan agar klien dapat mempertahankan tingkah laku baru yang telah terbentuk.
2.      Modelling. Dalam teknik ini, klien dapat mengamati seseorang yang dijadikan modelnya untuk berperilaku kemudian diperkuat dengan mencontoh tingkah laku sang model. Dalam hal ini, terapis dapat bertindak sebagai model yang akan ditiru oleh klien .
3.      Token Economy. Teknik ini dapat diberikan apabila persetujuan dan penguatan lainnya tidak memberikan kemajuan pada tingkah laku klien. Metode ini menekankan penguatan yang dapat dilihat dan disentuh oleh klien (misalnya kepingan logam) yang dapat ditukar oleh klien dengan objek atau hak istimewa yang diinginkannya. Token economy dapat dijadikan pemikat oleh klien untuk mencapai sesuatu. Misalnya, pada anak pemalas, bila ia bersedia untuk menyapu rumahnya, ia akan diberi satu logam. Bila berhasil mengumpulkan 10 logam, anak tersebut akan dibelikan sepeda.

Lubis, Lumongga Namora. (2011). Memahami Dasar-Dasar Konseling dalam Teori dan Praktik. Jakarta: Kencana Prenada Media Group